Selasa, 21 Oktober 2014

Teknologi atau Sistem Pertanian di Negara-Negara Maju


Teknologi dan Sistem Pertanian di Negara-Negara Maju


1. Belanda

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCk8pNJeObm3JU9ADCp19GZ-GgzdgGR1xy-R-ctyscjxXj_dNtbVII-TgXrqqGPyuEWl6ry4GjYgOw2EWcPF1xLhl_u4yxaJVXQyoTIywUdwmYHnSoIPwsnKlEADbqion-kPqVGuQhlg/s1600/1.jpg   http://redragonfly.files.wordpress.com/2009/12/belanda.jpg

Menurut saya negara ini sangat mengagumkan dalam hal pengelolaan pertaniannya. Dengan luas wilayah yang relatif kecil bila dibandingkan Indonesia, pada tahun 2011 Belanda mampu menjadi negara peringkat 2 untuk negara pengekspor produk pertanian terbesar didunia dengan nilai ekspor mencapai 72,8 miliar Euro.

Produk andalannya adalah benih dan bunga. Sektor pertanian merupakan pendorong utama ekonomi di Belanda dengan menyumbang 20% pendapatan nasionalnya.
Kunci dari majunya pertanian di Belanda adalah Riset. Kebijakan-kebijakan dan teknologi di adopsi dari riset-riset yang dilakukan para ahli. Salah satu pusat riset pertanian yang terkenal disana adalah universitas Wageningen.

Seperti yang telah di kutip pada sebuah situs bahwa negara Belanda dengan luas hanya 41.526km persegi mampu menjadi yang lebih unggul bila dibandingkan dengan negara kita yang luasnya 1.919.440km persegi. dan perlu kita garis bawahi bahwa nyaris seluruh wilayah di Belanda ada di bawah permukaan laut.


“Inovasi tiada henti dan kreativitas tanpa batas”
Kedua hal tersebut yang membawa negara Belanda selalu menjadi yang terbaik. Kemajuan sektor pertanian Belanda tidak hanya berfokus pada optimalisasi keuntungan namun juga sangat memperhatikan keberlanjutan dan keramahan lingkungan.
Pemerintah Belanda membentuk Mentri Ekonomi, Pertanian dan Inovasi yang difungsikan untuk membawa Belanda menjadi negara yang memadukan inovasi di dalam pertanian untuk mencapai ekonomi negara yang kuat dengan mengutamakan keberlanjutan lingkungan hidup.




Salah satu kreativitas negara Belanda adalah menciptakan atau memanipulasi iklim

 

Nimbus II 2012, awan didalam kamar

Berkat Industri kreatif, perekonomian Belanda meningkat sebesar 3% dari GDP yaitu 16,9 Milyar Euro. Jadi industri kreatif mampu meningkatkan potensi perekonomian suatu negara, termasuk Belanda.

Tetapi, apakah cakupan industri kreatif hanya dibidang tersebut? Tentu saja tidak. Adalah pertanian, sektor penting di dunia, tanpa pertanian apakah kita akan bertahan hidup? Semua makanan dan minuman yang kita konsumsi berasal dari produk pertanian. Maka dapat dikatakan bahwa “Agriculture feed the world”. Lalu bagaimana kondisi pertanian di Belanda?

Luas wilayah Belanda hanya 41.526 km2, Belanda mempunyai potensi alam yang cukup baik untuk pertanian, Belanda mampu mengeksplorasi potensi tersebut dengan baik. Walaupun lahannya tidak luas, Belanda mampu menjadi negara yang dapat mencukupi kebutuhan pangan di negaranya tanpa mengimpor bahkan menjadi negara pengekspor pertanian. Hal tersebut dapat terjadi karena Belanda mampu mengoptimalkan keterbatasan menjadi kekuatan dan juga didukung dengan daya kreatifitas dan berpikir out of the box.

 Pertanian di Belanda sangat terintegrasi dan penuh dengan teknologi modern. Penggunaan teknik rumah kaca, memanipulasi iklim dalam ruangan serta teknologi robotik dan komputerisasi sudah menjadi hal yang lazim. Ketika musim panas, Belanda menerapkan mekanisme solar cell dirumah kaca yang berfungsi memanen energi panas dan disimpan di tandon dan sungai – sungai bawah tanah sehingga dapat menaikkan suhu air. Maka ketika musim dingin tiba, tidak perlu khawatir, karena mesin – mesin blower memanen simpanan energi bawah tanah dan mensirkulasi udara untuk memanipulasi iklim dalam ruangan, sehingga pertanian tetap berjalan. How cool the Dutch are!

Salah satu produk pertanian olahan kakao Belanda adalah Cokelat Van Houten. Berkat ke-kreatifitasan dalam pengemasan dan teknologi modern, sehingga menjadi cokelat yang terkenal di dunia.

Belanda juga terkenal dengan sektor pertanian non-pangan dan merupakan salah satu komponen penyumbang devisa, yaitu bunga Tulip. Peneliti dan ahli mampu membiakkan berbagai jenis bunga tulip, sangat kreatif dan inovatif. Seperti halnya di kebun tulip terbesar di Belanda, yakni Keukenhof (The Garden of Europe). Setiap musim semi, terdapat 7 juta bunga tulip dibiakkan disana.

 
Kebun bunga tulip di depan Keukenhof

Industri pertanian menyumbang 20% terhadap ekonomi Belanda. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki luas wilayah dan potensi alam yang jauh lebih besar dari Belanda, perlu di eksplor lebih baik agar Indonesia bisa menjadi negara yang maju dalam sektor pertanian.
 Jika Belanda dengan luas wilayah  hanya 41.526km2, mengapa Indonesia yang memiliki luas wilayah
1.919.440km2 tidak bisa lebih baik dari itu? saatnya kita untuk lebih maju kedepan. buktikan bahwa Indonesia bisa lebih baik. Jaya Pertanian Indonesia!

2. Amerika Serikat

 Amerika Serikat: Negara Pertanian Terbesar di Dunia", saya kembali mengulang membaca judulnya seolah tak percaya karena setahu saya Amerika Serikat merupakan negara Super Power yang terkenal dengan teknologi, bisnis, atau  negara yang dipenuhi gedung bertingkat,
     Teknologi pertanian Amerika semakin maju lagi sejak abad ke-19, saat banyak mesin dan teknologi baru ditemukan. Kemajuan teknologi ini sampai ke Amerika, tetapi tidak membuat orang Amerika meninggalkan pertanian. Justru pertanian di sana semakin berkembang. Mesin dan teknologi yang ditemukan itu juga digunakan untuk meningkatkan hasil dan mutu pertanian.
     Seperti penerapan ilmu biologi untuk mencangkok tanaman, agar hasil buahnya lebih bagus daripada tanaman induknya. Ilmu pertanahan berguna untuk mengelola tanah pertanian dan mengatur sistem irigasinya. Jadi, kemajuan teknologi malah membuat pertanian semakin maju. Buktinya, lahan pertanian pun makin luas. Kebanyakan lahan pertanian di Amerika ditanami jagung, jerami, dan gandum. Tanah pertanian utama digunakan untuk menghasilkan makanan serat-seratan. Kini, Amerika Serikat merupakan salah satu negara pengekspor hasil tani terbesar di dunia. Komoditasnya pun lengkap dan berkualitas sangat baik. Mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, ayam potong, daging sapi, susu, hingga ke tembakau dan biji-bijian.

    Bahkan komoditas yang dulunya tidak ada di sana, sekarang ini sudah banyak juga. Salah satunya adalah kedelai, yang baru diperkenalkan  di Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Amerika Serikat kini menjadi salah satu pengekspor kedelai terbanyak. Dan, salah satu importir kedelai Amerika adalah negara kita sendiri, Indonesia. Wah...petani Indonesia jangan mau kalah dong!
    Peralatan pertanian di Amerika sudah sangat modern. Di Amerika, traktor dapat berfungsi sebagai penarik alat-alat lainnya, seperti mesin pencangkul, pemupuk, penanam benih, pemotong, dan pemanen. Bahkan, beberapa traktor dapat menjadi sumber daya untuk mesin lainnya. Dengan adanya alat atau mesin-mesin modern ini, kegiatan bertani menjadi lebih mudah. Jadi, jangan heran jika kita melihat para petani di sana menggunakan pesawat terbang kecil untuk menyemprotkan antihama atau menyirami ladang-ladang mereka.
    Kehidupan para petani di ladang-ladang pertanian Amerika Serikat menjadi salah satu gaya hidup pedesaan yang khas. Salah satu bagian yang tak terpisahkan dari ladang-ladang tersebut adalah rumah pertaniannya (farm house). Rumah-rumah pertanian di sana berukuran besar dengan langit-langit tinggi dan berhalaman luas. Rumah-rumah tersebut menjadi bagian dari tradisi pertanian di Amerika. Kalau di negara kita mungkin diibaratkan dengan lumbung padi atau rumah pangggung kali ya? kan bagian dari tradisi, hehe.
    Hasil tani utama yang dihasilkan para petani Amerika berupa gandum, kacang kedelai, beras, kapas, dan tembakau. Hasil tani ini sebagian besar diekspor ke luar negeri. Di antara begitu banyak hasil tani Amerika, Indonesia mengimpor tanaman berupa kacang kedelai, gandum, kapas, produk olahan susu, dan pakan ternak. Waooww.. sayang sekali bukan? berbagai tanaman ini seharusnya dapat kita hasilkan sendiri di tanah Indonesia yang subur dan makmur.
    Kemajuan teknologi pertanian di sana telah memperbaiki sistem pembungkusan, pemrosesan, pengangkutan, dan pemasaran dari hasil-hasil pertanian di Amerika. Penggunaan wadah berpendingin memastikan hasil bumi tetap segar sampai ke tujuan, baik jarak dekat maupun yang amat jauh.
    Hasil pertanian ini dipasarkan dengan dua cara, yaitu melalui kerja sama atau melalui perusahaan pedagang besar yang memiliki cabang di setiap daerah. Untuk mencegah kecurangan tengkulak, harga jual hasil tani ini dapat dipantau melalui televisi, radio, dan internet. Harganya bisa berubah setiap hari. Hasil-hasil bumi pertanian Amerika dipasarkan ke seluruh dunia, seperti Kanada, Cina, Jepang, Jerman, Inggris, Korea Selatan, Prancis, Taiwan, Belanda, Brazil, juga Indonesia, Malaysia, Italia, Singapura, serta Irlandia.

Berikut adalah beberapa gambar teknologi pertanian yang digunakan :
                                           
                                                                Panen kapas



Pengolahan tanah, lebih cepat, efektif, dan efisien








Penyiraman air atau pestisida pada lahan pertanian



















Petani disana menggunakan laptop, biasanya kan identik dengan cangkul ya, hehe










Penggunaan Teknologi GPS














Cara AS Memajukan Pertanian


Kemajuan pertanian dengan menerapkan perkembangan teknologi dan inovasi terkini, membuat Amerika Serikat menjadi negara pengekspor hasil pertanian terbesar di dunia. Dukungan pemerintah dan kalangan universitas menjadikan petani di sana makmur.

Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu negara pengekspor hasil pertanian terbesar di dunia. Komoditasnya pun lengkap dan berkualitas sangat baik, mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, ayam potong, daging sapi, susu, hingga ke tembakau dan biji-bijian.
Hasil tani utama para petani AS, antara lain gandum, kacang kedelai, beras, kapas, dan tembakau. Komoditas ini sebagian besar dieks-por ke sejumlah negara. Indonesia, antara lain mengimpor kacang kedelai, gandum, kapas, produk olahan susu, dan pakan ternak. Sungguh sebuah ironi. Ya...., berbagai tanaman ini semestinya dapat dihasilkan di tanah Indonesia yang subur.
Kalau kita menoleh sejenak ke belakang, sejarah mencatat bahwa sebelum orang-orang Eropa datang ke benua Amerika, penduduk asli Amerika, suku Indian telah menanam jagung. Jadi, umur perkebunan jagung di AS telah ribuan tahun. Nah.. waktu orang-orang Eropa dari berbagai negara mulai berdatangan, pertanian semakin meluas di sana.
Teknologi pertanian AS semakin maju lagi sejak abad ke-19, saat banyak mesin dan teknologi baru ditemukan. Kemajuan teknologi ini sampai ke AS, tetapi tidak membuat mereka  meninggalkan pertanian. Justru pertanian di sana semakin berkembang. Mesin dan teknologi yang ditemukan itu juga digunakan untuk meningkatkan hasil dan mutu pertanian.
Seperti penerapan ilmu biologi untuk mencangkok tanaman, agar hasil buahnya lebih bagus dari tanaman induknya. Ilmu pertanahan berguna untuk mengelola tanah pertanian dan mengatur sistem irigasinya. Kemajuan teknologi membuat pertanian semakin maju. Buktinya, lahan pertanian pun makin luas. Kebanyakan lahan pertanian di AS ditanami, antara lain jagung dan gandum. Tanah pertanian utama digunakan untuk menghasilkan makanan serat-seratan.
Bahkan komoditas yang dulunya tidak ada di sana, sekarang ini sudah banyak juga. Salah satunya adalah kedelai, yang baru diperkenalkan di AS pada tahun 1950-an, kini menjadi salah satu pengekspor kedelai terbanyak. Dan, salah satu importir kedelai dari AS adalah Indonesia.


3. Taiwan

 Mengintip Pertanian Modern Taiwan
Hamparan sawah seluas satu hektar, hanya memerlukan waktu tiga jam dalam menanam padi, jika menggunakan mesin tanam padi seperti yang ada di Taiwan. Dengan pola tanam tersebut tentu dapat menghemat tenaga kerja, waktu serta yang menggiurkan adalah hasil panen yang memuaskan.Per hektar mampu menghasilkan 12 ton gabah.

Sistem pertanian modern di Taiwan, agaknya menjadi daya tarik bagi Kepala KDEI Taipei.Sehingga walau harus menempuh perjalanan sekitar 3 jam antara Taipei Changhua, bapak dua putra ini tetap semangat mengikuti arahan dari konsultan teknik Chang Kuo-An saat mengunjungi para petani Taiwan beberapa waktu lalu.

Dalam paparannya Mr. Chang menjelaskan, jika pertanian di Taiwan sistem menanam padi sangat jauh dengan sistem yang ada di Indonesia.Jika petani Indonesia dari bibit di semai dihamparan persemaian. Setelah persemaian tumbuh dengan memakan waktu kira-kira 15 hari barulah bibit padi di cabut(di daut) dari persemaian. Setelah itu padi baru di tanam diatas lahan. Dalam satu hektar cara penanaman ini memerlukan waktu seminggu dan membutuhkan tenaga kerja sekitar empat atau lima orang.

Menurut  Mr. Chang, jika sistem tanam seperti petani di Indonesia yang di jelaskan diatas, tentu ada beberapa kekurangannya. Diantaranya, bibit padi yang telah tumbuh di media semai, lantas di cabut lagi lalu di tanam di lahan sawah, tentu akan kurang bagus hasilnya. Karena padi yang di cabut akan stress dan untuk pulih memerlukan waktu seminggu. Induknya sudah tumbuh, anakannya baru tumbuh seminggu lagi. Selanjutnya bibit yang di cabut akar-akarnya akan tertinggal di lahan persemaian kira-kira bisa 40 persennya. Jadi ada 40 persen bibit yang hilang.Hal ini tentu akan mempengaruhi hasil produksi.
Namun jika menggunakan sistem ala pertanian Taiwan, bibit padi di semai di sebuah wadah pot persegi empat dengan ketinggian 2 cm. Media tanam menggunakan campuran tanah humus, batu bata merah yang telah di haluskan dan sekam. Gunakanya untuk menghemat tanah dan memberi pori-pori pernafasan bibit. Selanjutnya campuran padi dan pupuk di semaikan diatas media tanam.Hanya memerlukan waktu sembilan hari bibit-bibit padi sudah bisa di tanam di atas lahan sawah.

Cara tanam dengan menggunakan mesin tanam ini hanya memerlukan waktu tiga jam per hektar. Menggunakan mesin tanam ini, selain lebih efisien waktu dan tenaga juga membuat tanaman rapi, karena secara otomatis mesin telah memisah-misah bibit dengan jumlah yang sama dan dalam garis yang sama pula.Dengan menggunakan system ini, akan memperpendek proses olah, tanam dan petik. Mulai dari persemaian hingga panen petani akan merasakan jika dengan system ini akan lebih menguntungkan.

Keunggulan teknologi pertanian  Taiwan ini, karena proses pertanian di dukung dengan mesin yang seluruh prosesnya tidak banyak menyerap tenaga manusia. Seperti yang terlihat di lokasi, jika terdapat dua ruang yang terdapat mesin pompainer. Satu ruang khusus untuk mencampur tanah gabah dan pupuk, serta satu ruang lagi sebagai tempat pencetakan bibit.MenuruT Mr. Chan jika mesin pompainer berfungsi untuk menjaga mutu  bibit yang di tanam.Sementara mesin-mesin ini mampu menghasilkan produksi bibit sekitar 3000 dapot per jam.

Suhartono dalam kunjungannya juga sempat menjalankan mesin tanam padi.Menurutnya mesinnya mudah dijalankan, dan jika petani Indonesia menggunakan mesin ini, diharapkan Indonesia bakal menjadi negara surplus akan pangan. Mengingat lahan di Indonesia masih cukup luas sementara tak di manfaatkan dengan baik.” Jika saja Indonesia mengadopsi sistem pertanian seperti ini, mungkin cerita soal import beras tak ada ceritanya lagi. Terutama bagi petani, yang bakal merasakan manfaatnya karena panen bisa tiga kali dalam setahun karena pendeknya waktu.Selain itu tenaga kerja muda, yang mungkin malu bekerja di sawah dan memilih ke luar negeri juga akan berkurang. Karena dengan menggunakan system pertanian modern hasil yang di dapatkan akan memuaskan.maka kenapa mesti keluar negeri?’ ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Chang Kuo-An, jika sudah saat Indonesia menggunakan tehnologi modern dalam pertaniannya, karena jika tidak bakal ketinggalan dengan petani-petani dari negara lain. Yang karena ketertinggalan tersebut akhirnya sangat tak masuk akal, jika negara agraris sampai mengimport beras untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya.



Hasil ekspor produk pertanian di negara ini adalah USD 11,8 miliar atau 1,5% pendapatan nasionalnya. Seperti juga di negara dengan pertanian lainnya, separuh pengerjaan dilakukan dengan teknologi canggih. Contohnya dalam penanaman padi, mereka menerapkan sistem yang sangat berbeda dengan Indonesia. Bila di Indonesia bibit padi di semai pada satu hamparan sebelum dipindah pada lahan sawah, di Taiwan bibit padi dimasukan suatu wadah pot segi empat dengan ketinggian 2 cm, saat tanam menggunakan mesin dengan kecepatan 3 jam/ha. Cara ini dapat menghemat waktu, tenaga, biaya serta menghasilkan pertumbuhan padi lebih baik, karena pada saat tanam tidak perlu mencabut bibit dari persemaiaan yang akan membuat tanaman stress dan memerlukan waktu untuk adaptasi.
Dari kesemua negara yang saya sebutkan tadi, ada “benang merah” yang membuat mereka maju dan terdepan dalam teknologi pertaniaan, yaitu dukungan pemerintahnya melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak terhadap petani, mengatur dan menata pengelolaan pertanian menjadi teratur, tertata dan mensejahterakan. Saya amat yakin, dalam hal sumberdaya manusia Indonesia pun tak kalah hebat, tinggal bagaimana menciptakan suasana yang kondusif di pertanian kita, Malaysia dan Thailand pun udah mulai menata pertaniaannya, sektor ini maju pesat di sana. Tentu kita tidak ingin tertinggal…

Sumber :


Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Agriculture

" Pembangunan Pertanian di Papua Barat''

Ist

 Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur. Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton. China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54%. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan negara eksportir beras hanya berkontribusi 5,4% dan 3,9%. Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. 
   
   Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang begitu tinggi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras dari negara lain. Selain beras, bahan pokok lainnya seperti kedelai, tepung, cabai, bawang merah, singkong, daging sapi dan hortikultura pun harus diimpor dari luar negeri. 
  Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah. Indonesia sebagai negara agraris diharapkan mampu mencukupi kebutuhan pangan warga negaranya dari produksi dalam negeri. Kenyataanya, Indonesia masih mengimpor pangan dari luar negeri dan di pedesaan masih banyak penduduk yang mengalami kelaparan. Jadi, pernyataan bahwa negara Indonesia adalah negara agraris patut dipertanyakan.

   Pertanian hingga saat ini tentunya masih merupakan sektor yang sangat penting. Pemenuhan pangan untuk masyarakat juga berasal dari sektor pertanian. Bahkan produk-produk pertanian dapat menjadi salah satu alternatif bagi Indonesia untuk dapat bersaing dalam Asean Economic Community (AEC) 2015 nanti.

    Zaman terus berkembang dan kebutuhan manusia semakin beragam. Perubahan juga terjadi pada pertanian. Pertanian sekarang tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pribadi atau keluarga saja tetapi untuk memenuhi kebutuhan lain. Perubahan zaman menuntut manusia (petani) untuk mendapatkan hasil panen yang lebih sehingga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain seperti kebutuhan pendidikan, energi, hiburan, kesehatan dan sebagainya. Perubahan bukan hanya sampai pemenuhan kebutuhan petani tetapi bagaimana pertanian mampu memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang global.

  Kebutuhan pertanian masa sekarang dipandang sebagai aspek makro dan melibatkan banyak kepentingan. Pertanian dinilai harus mampu memenuhi pangan (salah satunya) global, sehingga muncul istilah ekspor, impor, komoditas dan lainnya di bidang pertanian. Hal ini muncul karena keterbatasan lingkungan dalam menyediakan lahan dan kesesuaian dengan tanaman yang ditanam. Perubahan-perubahan ini mau tidak mau harus mengubah anggapan bahwa pertanian hanya sebagai alat pmenuhan pribadi menjadi sebagai proses produksi dan aktivitas ekonomi yang memerlukan perencanaan dan perhitungan yang matang.
     
    Pembangunan pertanian di Indonesia masih dianggap penting, apalagi semenjak sektor ini menjadi penyelamat ekonomi nasional paska krismon justru pertumbuhannya meningkat, sementara sumbangan sektor lain terhadap pertumbuhanya negatif. Di level daerah, peran pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian itu semakin luas sejak perubahan tatanan politik yang telah menghasilkan desentralisasi dan otonomi daerah. Kesempatan ini telah dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk menggali dan mengembangan potensi sumberdaya untuk pembangunan pertanian.

Pemerintah sebagai pelaksana dan pembuat kebijakan-kebijakan negara seharusnya mendukung pertanian secara penuh. Namun hingga saat ini dukungan penuh pemerintah terhadap pertanian belum benar-benar dirasakan oleh petani. Hingga saat ini juga kepastian harga produk-produk pertanian tidak pernah ada. Harga produk pertanian selalu ditentukan oleh pasar yang dikuasai oleh kartel-kartel. Harga yang terkadang naik tetapi lebih sering turun membuat petani dirugikan ketika panen. Parahnya ketika petani panen besar di saat itulah harga anjlok.

Otonomi khusus Papua yang diberlakukan melalui UU 21/2001 adalah salah satu peluang bagi pemerintah lokal untuk menggerakan pembangunan ekonominya (termasuk pembangunan pertanian) melalui pemanfaatan sebesar-besarnya sumberdaya alam di atas lahan-lahan potensial untuk tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, langkah pemerintah daerah ini didorong dengan Instruksi presiden Nomor 05 Tahun 2007..
Peluang ini oleh pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten di Provisni Papua Barat) diterjemahkan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya pertanian seluas 2,7 juta hektar. Saat ini, dari luasan lahan pertaian tersebut, 33% diantaranya telah telah dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan disektor pertanian. Namun demikian, pembangunan pertanian yang digerakan oleh pemerintah daera, saat ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Penyebab utamanya adalah pendekatan pembangunan yang lebih mengedepankan sector swasta (khususnya sector perkebunan).

    Ada 4 (empat) argument yang menjadi alasan pemerintah menjadikan sektor pertanian sebagai basis investasi untuk meningkatkan ekonomi daerah. pertama; investasi ekonomi skala perkebunan mampu memberikan Pendapatan Asli Daerah yang cukup signifikan, kedua ; kegiatan investasi sektor perkebunan skala besar mampu menyerap tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya, ketiga; pemanfaatan lahan-lahan pertanian yang merupakan hak tenurial masyarakat adat[tenure right], telah memberikan kompensasi yang relatif cukup bagi peningkatan pendapatan masyarakat adat, dan keempat;investasisektor ini mampu meningkatkan aksesibilitas melui pembangunan infrastruktur ekonomi [transportasi] yang diyakini mampu menjadi stimulus bagi kegiatan ekonomi produktif di level desa, kecamatan dan kabupaten.

     Pembangunan pertanian di Tanah Papua saat ini, dilakukan melalui pendekatan investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pilihan ini nampak dari meningkatnya investasi skala besar pada sektor perkebunan dalam 5 tahun terakhir. Tercatat saan ini, lebih dari 34.000 ha lahan pertanian potensial di Kabupaten Sorong, telah dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapasawit oleh PT. Inti Kebun Lestari dan 37.000 ha oleh PT. Inti Kebun Sawit. Di Kabupaten Sorong Selatan, pemerintah Daerah telah mengeluarkan Izin Usaha pemanfaatan hutan untuk kegiatanpembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dari lebih dari 45.000 ha, Izin usaha perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 30.000 hektar oleh PT. Perhutani, Sedangkan kebun dan hutan sagu alam seluas 146.600 hektar atau 14,46% dari luas hutan sagu di Papua yang menjadi sumber pangan pokok masyarakat lokal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Metamani, Kabupaten Sorong Selatan, telah diserap oleh PT. ANJ Agri Papua untuk kepentingan industri pengolahan pati sagu.

    Penduduk Papua di perdesaan yang jumlahnya hampir 80% dari total 816.280 jiwa adalah petani peramu yang masih subsisten. Sembilan puluh persen dari produksi pertaniannya masih diperuntukan bagi kebutuhan konsumsi keluarga, kurang atau lebih kecil dari sepuluh persen produksinya dijual untukmemenuhi kebutuhan konsumtif yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh rumah tangga petani. Produksi pangan lokal yang dibudidayakan oleh masyarakat Papua pada umumnya adalah ubi jalar, ubi kayu, pisang, dan beberapa jenis sayuran yang tidak membutuhkan tindakan agronomis intensif, sedangkan sagu sebagai tumbuhan alami, telah dimanfaatkan oleh generasi terdahulu untuk konsumsi keluarga.

  Sementara masyarakat di beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat, masih memanfaatkan sagu sebagai bahan pangan utama bagi konsumsi keluarga. Pati sagu yang telah diekstrak dari pohon sagu, dapat menghasilkan 150 hingga 200 kg pati sagu basah. Pati sagu ini diolah dalam berbagai bentuk panganan untuk dikonsumsi selama 2 hingga 3 bulan. Ini berarti produksi pangan lokal mampu memberikan jaminan kemanan pangan bagi masyarakat dan komunitas lokal di Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat. Sedangkan di sisi lain, pemerintah daerah masih terus melakukan impor beras untuk kepentingan konsumsi pegawai negeri, maupun untuk masyarakat luas melalui program beras miskin (Raskin). Langkah pemerintah daerah itu, tentu tidak sejalan dengan usaha untuk menjaga ketahanan pangan lokal, atau bahkan merubah pola konsumsi pangan pokok lokal menjadi konsumsi beras.

  Dengan demikian, tanpa disadari pemerintah daerah telah membangun pertanian dengan cara menanamkan benih ketergantungan masyarakat di Papua terhadap pangan nasional (beras).

Perhatian Pemerintah Daerah

     Sebagaimana telah disebutkan bahwa produksi pertanian masyarakat lokal lebih ditujukan untuk kepentingan subsistensi rumah tangga petani. Oleh karena itu dari sisi kuantitas, produksinya cukup rendah demikian pula kualitasnya.10% dari produksi yang dipasarkan adalah produksi mentah yang memiliki nilai jual rendah. Sementara temuan-temuan dari hasil penyelidikan ilmiah di Papua Barat yang berkaitan dengan penanganan pasca panen petani suku asli Papua menyimpulakan bahwa umumnya petani lokal menjual hasil pertanianya dalam bentuk produksi mentah, oleh pedagang, produksi ini diolah dan kemudian di jual untuk membeli produk olahan dari produksi pertanian yang telah di jual petani. 
    
    Dengan begitu, muncul istilah di kalangan masyarakat ‘tanam pisang-beli pisang goreng’.Ini berarti petani lokal belum sadar akan pentingnya nilai tambah terhadap produksi pertanian yang dihasilkanya, sedangkan kelompok pedagang (migran luar Papua) mampu menyerap produksi mentah untuk diolah menjadi bahan pangan yang memiliki nilai tambah lebih besar disbanding petani lokal.
   
   Fakta di atas, adalah salah satu indikasi kurangnya peran pemerintah daerah dalam dalam membangunan pertanian, di sisi lain orientasi pembangunan yang digalakan lebih berorientasi untuk mengejar pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan aspek kemanan pangan lokal yang selama ini telah menjadi komoditas penting bagi setiap rumah tangga di daerah perdesaan.

Langkah Strategis 

   Hingga saat ini pertanian di Provinsi Papua Barat masih menghadapi banyak permasalahan. Kebijakan pemerintah daerah yang kurang berpihak pada masyarakat lokal (petani) telah menjadi kendala dalam perkembangan sektor pertanian termasuk mengancam ketahanan pangan lokal. Investasi di sector pertanian yang diyakini mampu mendongkrak pendapatan asli daerah yang cukup tinggi. Telah mengorbankan lahan potensial yang dapat dimanfaatkan petani kecil. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib mengambil langkah-langkah strategis untuk menjamin ketahanan pangan lokal maupun membangunan pertanian berbasis potensi lokal secara berkelanjutan.

  Langkah strategis itu, dapat ditempuh melalui 4 hal, yakni ; 

1) menyusun program pembangunan pertanian sesuai potensi sumberdaya lokal, dan                  mengurangi investasi perkebunan, 
2) menolak program beras miskin [raskin], 
3) wajib menggunakan pangan spesifik lokal,
4) peningkatan nilai tambah produksi pertanian.



Sumber :